Kulihat dikejauhan,
bayang – bayang hitam itu berdiri di atas tiang dengan angkuhnya. Matanya merah
menyala. Kulihat giginya menyeringai
kepadaku dan menghilang tertelan kegelapan. Aku merasa semakin was – was dan
mempercepat langkahku. Kudengar samar – samar langkah kaki yang bergemerisik di
belakangku. Bulu kudukku menegang. Semakin kupercepat langkah kakiku. Tetapi
sosok itu malah semakin cepat. Kulihat di bawah terangnya rembulan, bayang –
bayang itu semakin mendekat kepadaku dengan mata merahnya yang menyala - nyala. Bayangan itu ! aku berlari dan tak
kuasa menahan rasa takutku yang menjadi – jadi. Malam telah semakin gelap. Tanpa
kusadari ada jurang yang mengangga lebar dan aku tak bisa menurunkan kecepatan
kakiku, dan.....
Dug,, kepalaku sukses membentur jeruji besi
jendela angkot. Ternyata yang tadi hanyalah mimpi buruk yang tiba – tiba
singgah di dalam tidurku. Kulepas headset yang terpasang ditelingaku yang masih
menyenandungkan lagu Simple Plan. Selalu saja kebiasaanku tertidur tanpa
kusadari diangkot. Padahal ini sudah siang bolong dimana matahari sudah tegak
di atas kepala. Hari ini aku bukan mau pulang sekolah, tetapi sekolah
mengharuskan aku masuk siang karena ada ujian sekolah untuk kelas 3. Tetapi
masuk siang bukanlah nikmat untuk kami, kelas 1 dan 2. Walaupun jam sekolah
menjadi semakin pendek tetapi tetap saja
kita harus menghadapi ujian tengah semester. Ditambah lagi kebiasaanku yang
selalu mengantuk sepanjang hari, sehingga membuatku tak ada semangat untuk pergi
kesekolah.
Hampir saja tadi aku melewati sekolahku, kalo
aku tidak bangun karena mimpi buruk yang membuatku ngeri ketika mengingatnya kembali. Gerbang
sekolah masih belum terlalu ramai. Kebiasaan anak – anak kalo masuk siang,
pasti datangnya di pas – pasin sama bel masuk. Aku langkahkan kaki ke ruang
ujianku yang berada di pojok salah satu lorong di sekolah. Kelas masih sepi dan
masih segelintir anak yang telah datang. Seperti biasa Nita, sahabatku sudah
duduk di bangku depan sambil menekuni
bukunya. Aku ingat kembali mata ujian hari ini, dan yang terlintas dipikiranku
adalah bahasa indonesia. Dari waktu ke waktu, soal bahasa indonesia pasti
seperti itu modelnya. Mencari ide pokok, kalimat utama, cerpen, pidato, berita,
dan lain – lainnya. Sehingga tidak pernah buku catatanku melebihi sekitar 10
lembar dalam satu semester. Tetapi Nita ini memang sahabatku yang paling rajin.
Semua mata ujian pasti dipersiapkannya dengan matang dan alhasil dia jadi
sasaran anak – anak untuk jadi juru kunci jawaban.
“Hai, Nit. Belajar aja nih kerjaanmu. Aku aja
enggak buka buku blas semaleman. Nanti klo gak bisa tanya kamu, ya ?” kataku
sambil menguap lebar.
“Lina, kapan sih kamu gak ngantuk. Kerjaannya
nguap aja. Kamu tinggal tidur aja deh nanti soalnya.” kata Nita meledekku.
“Wah, ide bagus juga tu, Nit. Dari pada aku
baca soal yang berlembar – lembar dan ngebosenin, mending tidur aja. Kan ada
dirimu yang mau membantu. Hehe.”
“Enggak sudi kale bantuain pahlawan ketiduran.”
Bel masukpun akhirnya berdentang dengan nyaring.
Aku siapkan alat tulisku untuk ujian. Guru pengawas dengan segera masuk ke
dalam kelas dan mempersilahkan kami berdoa. Ujianpun dimulai dan pengawas membagikan
soalnya kepada kami. Kulihat naskah soal yang ada ditangan dan terhitung ada 13
lembar banyaknya naskah itu. Aku hanya bisa pasrah dan mengerjakan soal
tersebut. Walaupun aku terkenal suka membaca, tapi ini benar – benar bukan tipe
bacaan yang kusuka. Bahasa yang berbelit –belit dan penuh dengan kebingungan
dipilihan jawabannya. Kalau sudah begitu, apa saja jawaban yang terbersit dan
paling mungkin akan aku pilih tanpa terlalu mengkritisinya lebih lanjut, karena
percuma akan membuatku semakin bingung. Ditengah – tengah kebingunganku
menjawab soal, tiba – tiba ada seorang cowok yang terlambat masuk ruang ujian.
Kalau aku tak salah ingat, dia adalah anak kelas lain yang terpisah sehingga
masuk ke ruang ujian kelasku. Untung saja guru pengawasnya adalah orang yang
terkenal baik, sehingga dia diperbolehkan langsung mengikuti ujian. Kuteruskan
upayaku untuk memecahkan soal – soal tersebut kembali.
Akhirnya aku bisa mengisi semua lingkaran
dilembar jawaban. Bukan berarti aku sukses dalam ujiannya karena aku saja tidak
tahu itu benar atau tidak. Kulihat sekelilingku yang masih sibuk berkutat
dengan soal mereka dan pandanganku jatuh kepada cowok yang terlambat tadi. Dia
tertidur dengan menengkurapkan kepala dimejanya. Pikirku, cepat sekali dia
mengerjakan soal – soal ini, padahal dia tadi telat hampir 15 menit lamanya.
Kupandangi dirinya yang tak bergerak dan pulas dalam tidurnya. Tetapi tiba –
tiba dia mengeliat terbangun dan menangkap basah tatapanku. Aku cepat – cepat
memalingkan kepala menatap soalku. Rasanya malu tertangkap sedang memperhatikan
orang lain yang kenal saja tidak pernah. Untuk beberapa saat aku berpura – pura
sibuk dengan soalku. Tetapi karena penasaran aku lirik kembali cowok itu.
Kulihat dia menatapku dengan pandangannya yang tajam dan tanpa ekspresi.
Mengapa dia masih menatapku ? apakah ada sesuatu yang aneh pada diriku ? Lama
kelamaan rasanya risih diperhatikan terus seperti itu, apalagi dengan orang
yang tidak kita kenal dan itu berlangsung hingga bel tanda ujian pertama
berakhir dibunyikan.
Aku bergegas keluar dari ruang ujian yang
bagaikan sarang mata –mata. Akhirnya aku terlepas dari cowok aneh itu dan aku
menghampiri Nita yang sudah keluar dari ruangan terlebih dahulu. Aku ceritakan
kejadian tadi padanya dan Nita hanya bisa tertawa karena ulahku.
“Makanya, Lin. Kamu gak usah aneh – aneh deh.
Salahnya sendiri orang tidur malah kamu perhatiin. Mentang – mentang sesama
kaum tertidur malah naksir deh.” ledek Nita.
“Idih,,,, Nit, ngak segitunya kali diriku. Aku
cuma gak ada kerjaan aja waktu itu. Jadi ngeliatin orang – orang deh. Eh, tapi
ngomong – ngomong siapa sih dia ? kok
aku jarang liat cowok itu ?” kataku penasan juga sama identitas cowok itu.
“Nah, kan. Sekarang mulai tanya – tanya nama
segala. Namanya Caesar. Trus klo udah tau namanya mau kamu apain ? kamu mau
deketin dia ya ?” Kalo soal ledek meledek Nita emang paling jagonya. Semua hal
yang menyangkut dirimu pasti dijadikan bahan ledekan olehnya. Aku hanya bisa
memasang tampang cemberut dan tak mau mengubrisnya lagi. Siapa juga yang mau
tahu soal cowok itu, pikirku dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar