Pages

Selasa, 11 September 2012

Buku Harian Hitam (part 1)


Kulihat dikejauhan, bayang – bayang hitam itu berdiri di atas  tiang dengan angkuhnya. Matanya merah menyala.  Kulihat giginya menyeringai kepadaku dan menghilang tertelan kegelapan. Aku merasa semakin was – was dan mempercepat langkahku. Kudengar samar – samar langkah kaki yang bergemerisik di belakangku. Bulu kudukku menegang. Semakin kupercepat langkah kakiku. Tetapi sosok itu malah semakin cepat. Kulihat di bawah terangnya rembulan, bayang – bayang itu semakin mendekat kepadaku dengan mata merahnya yang menyala  - nyala. Bayangan itu ! aku berlari dan tak kuasa menahan rasa takutku yang menjadi – jadi. Malam telah semakin gelap. Tanpa kusadari ada jurang yang mengangga lebar dan aku tak bisa menurunkan kecepatan kakiku, dan.....
Dug,, kepalaku sukses membentur jeruji besi jendela angkot. Ternyata yang tadi hanyalah mimpi buruk yang tiba – tiba singgah di dalam tidurku. Kulepas headset yang terpasang ditelingaku yang masih menyenandungkan lagu Simple Plan. Selalu saja kebiasaanku tertidur tanpa kusadari diangkot. Padahal ini sudah siang bolong dimana matahari sudah tegak di atas kepala. Hari ini aku bukan mau pulang sekolah, tetapi sekolah mengharuskan aku masuk siang karena ada ujian sekolah untuk kelas 3. Tetapi masuk siang bukanlah nikmat untuk kami, kelas 1 dan 2. Walaupun jam sekolah menjadi semakin pendek tetapi  tetap saja kita harus menghadapi ujian tengah semester. Ditambah lagi kebiasaanku yang selalu mengantuk sepanjang hari, sehingga membuatku tak ada semangat untuk pergi kesekolah.
Hampir saja tadi aku melewati sekolahku, kalo aku tidak bangun karena mimpi buruk yang membuatku  ngeri ketika mengingatnya kembali. Gerbang sekolah masih belum terlalu ramai. Kebiasaan anak – anak kalo masuk siang, pasti datangnya di pas – pasin sama bel masuk. Aku langkahkan kaki ke ruang ujianku yang berada di pojok salah satu lorong di sekolah. Kelas masih sepi dan masih segelintir anak yang telah datang. Seperti biasa Nita, sahabatku sudah duduk di bangku depan sambil  menekuni bukunya. Aku ingat kembali mata ujian hari ini, dan yang terlintas dipikiranku adalah bahasa indonesia. Dari waktu ke waktu, soal bahasa indonesia pasti seperti itu modelnya. Mencari ide pokok, kalimat utama, cerpen, pidato, berita, dan lain – lainnya. Sehingga tidak pernah buku catatanku melebihi sekitar 10 lembar dalam satu semester. Tetapi Nita ini memang sahabatku yang paling rajin. Semua mata ujian pasti dipersiapkannya dengan matang dan alhasil dia jadi sasaran anak – anak untuk jadi juru kunci jawaban.
“Hai, Nit. Belajar aja nih kerjaanmu. Aku aja enggak buka buku blas semaleman. Nanti klo gak bisa tanya kamu, ya ?” kataku sambil menguap lebar.
“Lina, kapan sih kamu gak ngantuk. Kerjaannya nguap aja. Kamu tinggal tidur aja deh nanti soalnya.” kata Nita meledekku.
“Wah, ide bagus juga tu, Nit. Dari pada aku baca soal yang berlembar – lembar dan ngebosenin, mending tidur aja. Kan ada dirimu yang mau membantu. Hehe.”
“Enggak sudi kale bantuain pahlawan ketiduran.”
Bel masukpun akhirnya berdentang dengan nyaring. Aku siapkan alat tulisku untuk ujian. Guru pengawas dengan segera masuk ke dalam kelas dan mempersilahkan kami berdoa. Ujianpun dimulai dan pengawas membagikan soalnya kepada kami. Kulihat naskah soal yang ada ditangan dan terhitung ada 13 lembar banyaknya naskah itu. Aku hanya bisa pasrah dan mengerjakan soal tersebut. Walaupun aku terkenal suka membaca, tapi ini benar – benar bukan tipe bacaan yang kusuka. Bahasa yang berbelit –belit dan penuh dengan kebingungan dipilihan jawabannya. Kalau sudah begitu, apa saja jawaban yang terbersit dan paling mungkin akan aku pilih tanpa terlalu mengkritisinya lebih lanjut, karena percuma akan membuatku semakin bingung. Ditengah – tengah kebingunganku menjawab soal, tiba – tiba ada seorang cowok yang terlambat masuk ruang ujian. Kalau aku tak salah ingat, dia adalah anak kelas lain yang terpisah sehingga masuk ke ruang ujian kelasku. Untung saja guru pengawasnya adalah orang yang terkenal baik, sehingga dia diperbolehkan langsung mengikuti ujian. Kuteruskan upayaku untuk memecahkan soal – soal tersebut kembali.
Akhirnya aku bisa mengisi semua lingkaran dilembar jawaban. Bukan berarti aku sukses dalam ujiannya karena aku saja tidak tahu itu benar atau tidak. Kulihat sekelilingku yang masih sibuk berkutat dengan soal mereka dan pandanganku jatuh kepada cowok yang terlambat tadi. Dia tertidur dengan menengkurapkan kepala dimejanya. Pikirku, cepat sekali dia mengerjakan soal – soal ini, padahal dia tadi telat hampir 15 menit lamanya. Kupandangi dirinya yang tak bergerak dan pulas dalam tidurnya. Tetapi tiba – tiba dia mengeliat terbangun dan menangkap basah tatapanku. Aku cepat – cepat memalingkan kepala menatap soalku. Rasanya malu tertangkap sedang memperhatikan orang lain yang kenal saja tidak pernah. Untuk beberapa saat aku berpura – pura sibuk dengan soalku. Tetapi karena penasaran aku lirik kembali cowok itu. Kulihat dia menatapku dengan pandangannya yang tajam dan tanpa ekspresi. Mengapa dia masih menatapku ? apakah ada sesuatu yang aneh pada diriku ? Lama kelamaan rasanya risih diperhatikan terus seperti itu, apalagi dengan orang yang tidak kita kenal dan itu berlangsung hingga bel tanda ujian pertama berakhir dibunyikan.
Aku bergegas keluar dari ruang ujian yang bagaikan sarang mata –mata. Akhirnya aku terlepas dari cowok aneh itu dan aku menghampiri Nita yang sudah keluar dari ruangan terlebih dahulu. Aku ceritakan kejadian tadi padanya dan Nita hanya bisa tertawa karena ulahku.
“Makanya, Lin. Kamu gak usah aneh – aneh deh. Salahnya sendiri orang tidur malah kamu perhatiin. Mentang – mentang sesama kaum tertidur malah naksir deh.” ledek Nita.
“Idih,,,, Nit, ngak segitunya kali diriku. Aku cuma gak ada kerjaan aja waktu itu. Jadi ngeliatin orang – orang deh. Eh, tapi ngomong – ngomong siapa  sih dia ? kok aku jarang liat cowok itu ?” kataku penasan juga sama identitas cowok itu.
“Nah, kan. Sekarang mulai tanya – tanya nama segala. Namanya Caesar. Trus klo udah tau namanya mau kamu apain ? kamu mau deketin dia ya ?” Kalo soal ledek meledek Nita emang paling jagonya. Semua hal yang menyangkut dirimu pasti dijadikan bahan ledekan olehnya. Aku hanya bisa memasang tampang cemberut dan tak mau mengubrisnya lagi. Siapa juga yang mau tahu soal cowok itu, pikirku dalam hati. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selasa, 11 September 2012

Buku Harian Hitam (part 1)


Kulihat dikejauhan, bayang – bayang hitam itu berdiri di atas  tiang dengan angkuhnya. Matanya merah menyala.  Kulihat giginya menyeringai kepadaku dan menghilang tertelan kegelapan. Aku merasa semakin was – was dan mempercepat langkahku. Kudengar samar – samar langkah kaki yang bergemerisik di belakangku. Bulu kudukku menegang. Semakin kupercepat langkah kakiku. Tetapi sosok itu malah semakin cepat. Kulihat di bawah terangnya rembulan, bayang – bayang itu semakin mendekat kepadaku dengan mata merahnya yang menyala  - nyala. Bayangan itu ! aku berlari dan tak kuasa menahan rasa takutku yang menjadi – jadi. Malam telah semakin gelap. Tanpa kusadari ada jurang yang mengangga lebar dan aku tak bisa menurunkan kecepatan kakiku, dan.....
Dug,, kepalaku sukses membentur jeruji besi jendela angkot. Ternyata yang tadi hanyalah mimpi buruk yang tiba – tiba singgah di dalam tidurku. Kulepas headset yang terpasang ditelingaku yang masih menyenandungkan lagu Simple Plan. Selalu saja kebiasaanku tertidur tanpa kusadari diangkot. Padahal ini sudah siang bolong dimana matahari sudah tegak di atas kepala. Hari ini aku bukan mau pulang sekolah, tetapi sekolah mengharuskan aku masuk siang karena ada ujian sekolah untuk kelas 3. Tetapi masuk siang bukanlah nikmat untuk kami, kelas 1 dan 2. Walaupun jam sekolah menjadi semakin pendek tetapi  tetap saja kita harus menghadapi ujian tengah semester. Ditambah lagi kebiasaanku yang selalu mengantuk sepanjang hari, sehingga membuatku tak ada semangat untuk pergi kesekolah.
Hampir saja tadi aku melewati sekolahku, kalo aku tidak bangun karena mimpi buruk yang membuatku  ngeri ketika mengingatnya kembali. Gerbang sekolah masih belum terlalu ramai. Kebiasaan anak – anak kalo masuk siang, pasti datangnya di pas – pasin sama bel masuk. Aku langkahkan kaki ke ruang ujianku yang berada di pojok salah satu lorong di sekolah. Kelas masih sepi dan masih segelintir anak yang telah datang. Seperti biasa Nita, sahabatku sudah duduk di bangku depan sambil  menekuni bukunya. Aku ingat kembali mata ujian hari ini, dan yang terlintas dipikiranku adalah bahasa indonesia. Dari waktu ke waktu, soal bahasa indonesia pasti seperti itu modelnya. Mencari ide pokok, kalimat utama, cerpen, pidato, berita, dan lain – lainnya. Sehingga tidak pernah buku catatanku melebihi sekitar 10 lembar dalam satu semester. Tetapi Nita ini memang sahabatku yang paling rajin. Semua mata ujian pasti dipersiapkannya dengan matang dan alhasil dia jadi sasaran anak – anak untuk jadi juru kunci jawaban.
“Hai, Nit. Belajar aja nih kerjaanmu. Aku aja enggak buka buku blas semaleman. Nanti klo gak bisa tanya kamu, ya ?” kataku sambil menguap lebar.
“Lina, kapan sih kamu gak ngantuk. Kerjaannya nguap aja. Kamu tinggal tidur aja deh nanti soalnya.” kata Nita meledekku.
“Wah, ide bagus juga tu, Nit. Dari pada aku baca soal yang berlembar – lembar dan ngebosenin, mending tidur aja. Kan ada dirimu yang mau membantu. Hehe.”
“Enggak sudi kale bantuain pahlawan ketiduran.”
Bel masukpun akhirnya berdentang dengan nyaring. Aku siapkan alat tulisku untuk ujian. Guru pengawas dengan segera masuk ke dalam kelas dan mempersilahkan kami berdoa. Ujianpun dimulai dan pengawas membagikan soalnya kepada kami. Kulihat naskah soal yang ada ditangan dan terhitung ada 13 lembar banyaknya naskah itu. Aku hanya bisa pasrah dan mengerjakan soal tersebut. Walaupun aku terkenal suka membaca, tapi ini benar – benar bukan tipe bacaan yang kusuka. Bahasa yang berbelit –belit dan penuh dengan kebingungan dipilihan jawabannya. Kalau sudah begitu, apa saja jawaban yang terbersit dan paling mungkin akan aku pilih tanpa terlalu mengkritisinya lebih lanjut, karena percuma akan membuatku semakin bingung. Ditengah – tengah kebingunganku menjawab soal, tiba – tiba ada seorang cowok yang terlambat masuk ruang ujian. Kalau aku tak salah ingat, dia adalah anak kelas lain yang terpisah sehingga masuk ke ruang ujian kelasku. Untung saja guru pengawasnya adalah orang yang terkenal baik, sehingga dia diperbolehkan langsung mengikuti ujian. Kuteruskan upayaku untuk memecahkan soal – soal tersebut kembali.
Akhirnya aku bisa mengisi semua lingkaran dilembar jawaban. Bukan berarti aku sukses dalam ujiannya karena aku saja tidak tahu itu benar atau tidak. Kulihat sekelilingku yang masih sibuk berkutat dengan soal mereka dan pandanganku jatuh kepada cowok yang terlambat tadi. Dia tertidur dengan menengkurapkan kepala dimejanya. Pikirku, cepat sekali dia mengerjakan soal – soal ini, padahal dia tadi telat hampir 15 menit lamanya. Kupandangi dirinya yang tak bergerak dan pulas dalam tidurnya. Tetapi tiba – tiba dia mengeliat terbangun dan menangkap basah tatapanku. Aku cepat – cepat memalingkan kepala menatap soalku. Rasanya malu tertangkap sedang memperhatikan orang lain yang kenal saja tidak pernah. Untuk beberapa saat aku berpura – pura sibuk dengan soalku. Tetapi karena penasaran aku lirik kembali cowok itu. Kulihat dia menatapku dengan pandangannya yang tajam dan tanpa ekspresi. Mengapa dia masih menatapku ? apakah ada sesuatu yang aneh pada diriku ? Lama kelamaan rasanya risih diperhatikan terus seperti itu, apalagi dengan orang yang tidak kita kenal dan itu berlangsung hingga bel tanda ujian pertama berakhir dibunyikan.
Aku bergegas keluar dari ruang ujian yang bagaikan sarang mata –mata. Akhirnya aku terlepas dari cowok aneh itu dan aku menghampiri Nita yang sudah keluar dari ruangan terlebih dahulu. Aku ceritakan kejadian tadi padanya dan Nita hanya bisa tertawa karena ulahku.
“Makanya, Lin. Kamu gak usah aneh – aneh deh. Salahnya sendiri orang tidur malah kamu perhatiin. Mentang – mentang sesama kaum tertidur malah naksir deh.” ledek Nita.
“Idih,,,, Nit, ngak segitunya kali diriku. Aku cuma gak ada kerjaan aja waktu itu. Jadi ngeliatin orang – orang deh. Eh, tapi ngomong – ngomong siapa  sih dia ? kok aku jarang liat cowok itu ?” kataku penasan juga sama identitas cowok itu.
“Nah, kan. Sekarang mulai tanya – tanya nama segala. Namanya Caesar. Trus klo udah tau namanya mau kamu apain ? kamu mau deketin dia ya ?” Kalo soal ledek meledek Nita emang paling jagonya. Semua hal yang menyangkut dirimu pasti dijadikan bahan ledekan olehnya. Aku hanya bisa memasang tampang cemberut dan tak mau mengubrisnya lagi. Siapa juga yang mau tahu soal cowok itu, pikirku dalam hati. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar